Arsip Blog

Sampai-Sampai Beli Emas pun Dilarang

Pada pemilihan presiden Amerika Serikat tahun 1933, terpilihlah Franklin D. Roosevelt. Dia salah seorang presiden terbesar sepanjang sejarah AS. Dia memulihkan ekonomi AS dari krisis, dan membawa Sekutu memenangkan Perang Dunia II.

Setelah terpilih jadi presiden, Roosevelt segera mengambil tin­dakan. Dia menghapuskan larangan produksi dan perdagangan mi­numan keras. Kebijakan ini bertujuan untuk merangsang pertum buhan ekonomi secepat mungkin. Yang lebih penting, Roosevelt melepaskan kurs dolar dari harga emas internasional. Harga emas terus membubung. Sehingga kalau dolar dikaitkan dengan harga emas, harga-harga kebutuhan pokok akan ikut melambung tak terkendali. Kebijakan ini membuatAmerika lebih mampu mengendalikan dolar­nya.

Yang menarik, Roosevelt membekukan ekspor emas dan mela­rang (untuk sementara) warga Amerika menukarkan uang dolarnya dengan emas. Meski demikian, emas tetap dijadikan satu-satunya komoditi yang dipakai sebagai alat penyelesaian clearing imbalance antar bank sentral. Larangan membeli emas ini akhirnya mendorong uang mengalir ke Wall Street. Berarti, roda bisnis kembali berjalan seperti biasa.

Seperti Roosevelt, pemerintah di banyak negara pernah menga­tur perdagangan emas dalam regulasi yang ketat. Sekarang, semua dibiarkan naik atau turun di pasar bebas. Regulasi yang ada hanyalah pengenaan pajak di beberapa negara-yang dinilai menghambat perdagangan emas. Pembelian uang logam emas di Inggris dikenakan tarif VAT (value added tax) 17,5 persen. Karena alasan inilah emas biasanya dibeli dan dijual di tempat-tempat terlindung di luar negeri (seperti Kepulauan Channel).

Uang, aset, atau kapital memang ibarat air-selalu bisa men­cari celah manakala ada orang yang membendungnya.

Segerobak Uang Ditukar Sebungkah Roti

Menurut teori ekonomi, salah satu fungsi uang di samping seba­gai alat transaksi atau tukar-menukar adalah sebagai alat penyimpan kekayaan. Teori tinggal teori, sebab uang kertas (fiat money) sering kati kehitangan fungsinya sebagai alat penyimpan kekayaan. Pada saat ekonomi mengalami krisis, nilai uang kertas menguap dengan sendirinya. Jika kekayaan dicerminkan oleh daya beli, maka orang­orang yang punya uang kertas akan kehilangan sebagian besar keka­yaannya.

Bahkan sebagai alat transaksi pun, uang kertas sering kehilangan nilainya. Di Jerman tahun 1920-an, orang-orang menukar uang kertas deustche mark satu pedati penuh, hanya untuk beberapa bungkah roti. Bayangkan, nilai uang bisa jatuh menjadi lebih rendah diban­dingkan biaya cetaknya. Mungkin di musim dingin, uang kertas bisa bermanfaat untuk dibakar sebagai penghangat ruangan.

Tapi, walaupun nilai uang kertas anjlok hingga segerobak uang sama nilainya dengan beberapa bungkah roti-nilai emas justru stabil. Fungsi emas sebagai treasury masih tetap kuat. Ini disebabkan ka rena kepercayaan masyarakat yang masih stabil terhadap emas. Emas sulit diproduksi secara massal seperti halnya uang kertas.

Memperhatikan laju harga emas memang ibarat melihat bayang­bayang inflasi dan resesi. Selain resesi akibat subprime mortgage belakangan ini, Amerika Serikat pernah terlanda the great depres­sion pada periode 1930-1936. Pada Oktober 1929 bursa saham hancur, dunia usaha macet, bank-bank ditutup, pengangguran melonjak ting­gi, dan orang-orang merampok untuk mendapatkan makanan. Perda­gangan luar negeri juga menurun tajam.

Pada tahun 1930 KongresAS meloloskan undang-undang Hawley­Smoot yang membuat pajak impor tertinggi dalam sejarah AS. Kebi­
jakan ini ditempuh untuk menghemat devisa. Kebijakan yang dimak­sud untuk membela nilai tukar dolar itu ternyata berbuntut petaka. Eropa membalas dengan melakukan hat sama dan terpaksa mengem­ptang utang perang sebesar sekitar US$ 12 miliar.

“Perang dagang” itu memperburuk situasi. Barang dan jasa menjadi langka di pasaran. Inflasi pun melonjak tinggi. Daya beli masyarakat ambruk, sehingga terjadilah stagflasi. Ketika inflasi me lonjak dan bank-bank bangkrut massal, harga emas melonjak sangat tinggi. Orang lebih suka menukar lembaran dolar mereka dengan logam mulia.