Arsip Blog

Emas Sangat Menjanjikan Sebagai Sarana Investasi Jangka Panjang

Emas menarik karena keindahannya, prestisenya, serta daya tahannya menghadapi inflasi. Kemampuannya memberi keuntungan bagi pemiliknya juga tidak kalah dibandingkan instrumen investasi yang lain. Sayangnya, sudah sekian lama emas tereduksi hanya sebagai perhiasan (jewelry) atau barang koleksi semata. Padahal emas pun sangat menjanjikan sebagai sarana investasi jangka panjang.

Harga emas memang sudah tinggi. Mungkin muncul keraguan, apakah ini saat yang tepat untuk membeti? Ada pendapat yang mengatakan, tunggu dulu harga terkoreksi. Belilah pada saat harga cukup rendah. Tapi ada juga yang mengatakan bahwa untuk jangka panjang, tidak ada harga yang terlalu mahal. Kalau harga emas dunia masih di bawah US$ 1.000 per troy ounce, itu sudah tergolong murah. Sebab harga aktualnya sudah mendekati US$ 2.000.

Pendapat itu ada benarnya. Sebab, ada kemungkinan krisis akan terjadi dalam jangka panjang. Kalau pun perekonomian kembali normal, tidak ada jaminan bebas selamanya dari ancaman krisis dan inflasi.

Karena krisis masih terus akan terjadi dalam perekonomian (baik global maupun lokat), maka memiliki cadangan emas tentu semakin terasa penting. Motifnya sudah bukan lagi hedging, melainkan juga mengembangbiakkan nilai aset. Bukan hanya berjaga-jaga, tetapi juga mencari laba.

Produksi Emas Lebih Rendah dari Permintaan

Dalam kurun waktu seperempat abad (1980-2005), rekor tertinggi harga emas terjadi pada tahun 1980. Saat itu harga emas dunia men­capai US$ 873 per troy ounce. Sedangkan rekor harga terendah ter jadi pada tahun 1983, yaitu US$ 340 per troy ounce. Pada tahun 1980, nilai satu troy ounce emas dalam mata uang rupiah adalah sekitar Rp 800 ribu. Namun pada tahun 2008, emas dalam volume yang sama harganya sudah menjadi Rp 9 juta.

Tanpa pernah mengambil keputusan untuk melakukannya, du­nia telah kembali kepada suatu standar emas (Mohamad Ihsan Palaloi, 2007: hlm. 27). Sebab nilai persediaan emas terus meningkat, kendati volumenya mengalami penurunan. Pada tahun 1980 volume perse­diaan emas yang dimiliki dalam cadangan berbagai negara lebih se­dikit dibandingkan tahun 1971. Selama sembilan tahun, volume cadangan emas turun dari satu miliar troy ounce menjadi 931 juta troy once.

Tapi walau volumenya turun, nilainya ternyata mengalami kena­ikan. Sebab harga emas meroket menjadi lebih dari US$600 per troy ounce. Nilai 931 juta ons dengan harga US$600 per ons jauh lebih besar daripada sebelumnya. Nilai cadangan emas dunia pada tahun 1980 telah melonjak hampir US$600 miliar. Emas ini nilainya lebih dari setengah nitai cadangan total dari semua bank sentral.

Boks berikut ini menggambarkan sentra-sentra perdagangan emas di seluruh penjuru dunia. Di sanalah harga terbentuk. Harga emas di pasar-pasar tersebut menjadi acuan bagi harga emas di seturuh dunia.

Namun, perkembangan harian harga emas di bursa internasional lebih dipengaruhi oleh sentimen, isu, atau rumor jangka pendek. Bila kita ingin menganalisis harga emas yang sesungguhnya maka kita harus memahami keseimbangan antara penawaran dan permin­taan emas sedunia.

Menurut teori ekonomi, harga suatu komoditas ditentukan oleh keseimbangan antara supply dan demand. Jika suplai meningkat, sedangkan demand tetap, maka akan terjadi penurunan harga. Yang terjadi pada emas adalah sebaliknya; pertumbuhan suplai tak mampu mengejar pertumbuhan permintaan. Akibatnya, harga emas cende­rung naik dari waktu ke waktu.

Menurut Mohamad Ihsan Palaloi, dkk (2006: hlm. 51), faktor-­faktor yang memengaruhi suplai emas dunia adalah:
(a) produksi pertambangan emas
(b) pelepasan emas dari bank sentral
(c) reproduksi emas tua (scrap)

Sedangkan faktor-faktor yang memengaruhi demand emas dunia adalah:
(a) permintaan dari pabrik emas perhiasan
(b) permintaan dari pabik emas batangan
(c) permintaan pabrik emas untuk tujuan lain
(d) kebutuhan untuk investasi.

Dalam catatan Gold Fields Mineral Services (GFMS), total per­sediaan emas pada tahun 2003 adalah 4.133 ton. Dari jumlah terse­but, 2.061 ton berasal dari pertambangan emas di seluruh dunia, 591 ton dari official (misalnya bank sentral), dan 940 ton dari sisa proses lama. Dengan demikian, total persediaan emas yang berasal dari pertambangan menjadi sumber paling utama yang menyuplai lebih dari 60% emas yang digunakan setiap tahunnya, berikutnya dari produksi sisa, dan terakhir dari sektor official (Mohamad Ihsan Palaloi, 2006: hlm. 42-55).

Pertambangan menyuplai emas dengan dua cara, yaitu melalui produksi alami dan dari pengembalian penjualan. Saat ini yang pa­ling banyak melakukan eksplorasi pertambangan Amerika Serikat, Amerika Selatan, Rusia, dan Afrika. Negara lain yang juga sedang menggenjot pertambangan emasnya adalah Cina. Sebagai negara penghasil emas yang cukup besar, saat ini Cina semakin meningkat­kan produksinya guna menghadapi kemungkinan-kemungkinan pen­ting yang akan terjadi pada masa depan. Khususnya, kemungkinan krisis nilai tukar yang bisa menyebabkan resesi ekonomi.

Afrika Selatan, menurut GFMS adalah pemimpin produksi emas dunia. Negara itu mengontribusi 36 persen suplai emas dunia. Ken­dati demikian, industri emas di Afrika Selatan menghadapi masalah klasik seputar perburuhan. Juga ada kendala dalam pertambangan dan penyimpanan yang terlalu lama.

Selain Afrika Selatan, Amerika Serikat memproduksi 17 persen dari total emas dunia; kemudian Australia (13 persen) dan Kanada (5 persen). Negara-negara di Amerika Selatan mengontribusi 13 per sen dari total emas dunia, sedangkan produsen-prod usen di berbagai negara lain (termasuk Indonesia) memberi kontribusi 16 persen dari total produksi emas dunia.

Menyimpan emas sebagai investasi sekaligus pelindung aset dari inflasi, merupakan langkah yang bijak. Melihat perkembangan supply dan demand-nya, kecil kemungkinan terjadinya produksi yang berlebihan sehingga harga emas turun drastis. Walau menghadapi risiko fluktuasi harga jangka pendek, namun emas dalam jangka pan­jang tetap menjadi pilihan save heaven yang membuat investor bisa tidur nyenyak.

Kapan Harga Emas Naik

Tahun 1992, harga jual rata-rata emas 24 karat (logam mulia) di Indonesia mencapai Rp 23.050 per gram. Setahun kemudian harga­nya naik menjadi Rp 24.900. Tahun 1994 sampai 1996, harga emas 24 karat meningkat lagi berturut-turut menjadi Rp 26.875; Rp 27.850; dan Rp 29.850. Kemudian sampai pertengahan Agustus 1997, harga rata-rata logam mulia sedikit menurun menjadi Rp 27.100. Itulah hari-hari terakhir ketika harga emas masih murah.

Mulai akhir 1997, harga emas melonjak lagi tak terkendali. Awal 1998 perhiasan emas sudah dijual seharga Rp 75.000-an per gram. Pertengahan 1998, harganya sudah bertengger di posisi sangat tinggi, sekitar Rp 140.000 per gram. Tahun 2008, harganya mencapai Rp 250 ribu per gram.

Dari data di atas, tampak bahwa pada saat-saat tertentu saja emas mengalami lonjakan harga yang sangat tinggi. Selebihnya, per­gerakan harga terjadi secara normal. Pola seperti itu juga terjadi di pasar dunia. Pada tahun 1980, harga emas mencapai titik tertinggi US$ 850 per troy ounce. Tetapi baru pada bulan Maret 2008, harga emas menembus di atas US$ 1.000 per troy ounce.

Harga emas akan melonjak naik apabila:

a. Inflasi Lebih Tinggi Daripada yang Diperkirakan Semula

Harga emas mencerminkan ekspektasi (harapan) terhadap ting­kat inflasi. Emas dicari pada saat-saat tidak menentu, yakni ketika uang kertas perlahan-lahan mulai kehilangan nilainya. Inflasi hanya mengikis nilai uang kertas, tetapi tidak mengurangi harga emas.

Biasanya, setiap negara akan mengumumkan prediksinya terha­dap inflasi. Pemerintah Indonesia menentukan asumsi inflasi dalam RAPBN pada titik tertentu, misalnya 6 persen. Tapi di tengah jalan, situasinya bisa berbeda. Kalau diprediksi bahwa inflasi akan melonjak jauh lebih tinggi, misalnya 12 persen, maka harga emas akan meroket.

b. Terjadinya Kepanikan Finansial

Telah dikisahkan pada bagian sebelumnya, Depresi Besar yang melanda Amerika Serikat dekade 1930-an membuat uang kertas tak berharga, dan emas meningkat nilainya. Depresi Besar di AS itu di­awali dengan kepanikan finansial di Wall Street.

Pada saat kita mengalami krisis yang hebat tahun 1998 pun harga emas meningkat dengan tajam. Tahun 2008 giliran Amerika Serikat yang terlanda krisis finansial. Krisis ini menimbulkan kepa nikan di seluruh dunia. Hampir semua negara mengoreksi proyeksi pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Dunia seolah berada di tepi jurang resesi.

Akibatnya, harga emas melonjak naik. Situasi yang sama terjadi pada tahun 1980-an, ketika terjadi krisis energi karena tingginya harga minyak. Ujung-ujungnya, harga emas pun mengalami kenaikan signifikan.

Setiap lima tahun, biasanya terjadi kepanikan finansial berskala kecil hingga menengah. Dan setiap sepuluh tahun, terjadi financial crash yang berskala cukup besar dan berdampak lebih menyeluruh terhadap perekonomian global.

c. Perkembangan Geopolitik yang Mengarah ke Krisis

Perkembangan politik juga turut menentukan harga emas. Ke­tika politik kacau-balau, terjadilah kepanikan di bursa saham. Ketika terjadi serangan di WTC New York, bursa-bursa saham di seluruh dunia mengalami kerontokan. Terjadilah kepanikan finansial. Saat itulah terjadi tonjakan harga emas.

Perang Irak-Iran tahun 1980-an membuat harga minyak melon­jak. Dampaknya, terjadi inflasi global dan harga emas pun menjulang tinggi. Ketidakstabilan kawasan Timur Tengah merupakan “kartu liar” (wild card) yang membuat harga minyak dan emas bisa naik sewaktu­waktu.

Lokasi produksi minyak mentah dunia terletak di kawasan ter­tentu yang biasanya rawan konflik politik. Itulah sebabnya, ketika terjadi krisis politik di Timur Tengah misalnya, harga minyak akan meroket, dunia dibayang-bayangi inflasi, dan harga emas pun merangkak naik.

d. Kurs Dolar AS Menguat Cukup Tajam

Naiknya kurs dolar AS membuat harga emas terkerek naik. Itu karena standar harga emas yang langsung dikaitkan dengan dolar AS. Mengamati naik-turunnya kurs dolarAS terhadap rupiah sangat­lah penting bagi investor di Indonesia yang menyimpan emas.

Fundamental ekonomi Indonesia memang cukup baik. Tetapi kurs dolarAS terhadap rupiah seringkali tidak mencerminkan funda­mental itu. Pasalnya, banyak “uang panas” milik investor asing yang dibenamkan di bursa saham kita. Kalau terjadi penarikan investasi besar-besaran maka keseimbangan kurs pasti akan terganggu.

e. Harga Minyak Mengalami Kenaikan Signifikan

Ketika harga minyak mentah dunia mengalami kenaikan signifi­kan, pasti inflasi global akan meroket. Harga emas pun melonjak tinggi di pasaran dunia. Begitu harga emas di pasar dunia naik, harga di pasar domestik juga ikut naik.

Ketika pemerintah menaikkan harga BBM, maka seluruh negeri berada di bawah ancaman inflasi tinggi. Sebab, BBM adalah kompo­nen utama bagi aktivitas produksi dan distribusi. Saat BBM dinaikkan, ada kemungkinan cukup besar bahwa harga emas akan mengalami kenaikan. Kadangkala efeknya tidak terjadi seketika, tapi kenaikan harga emas pasti akan terjadi mengikuti inflasi.

f. Harga Komoditas Melonjak

Selain kenaikan harga minyak mentah dunia, naiknya harga ko­moditas juga mendorong naiknya harga emas. Komoditas seperti minyak sawit mentah (CPO), baja, dan sumber energi seperti gas dan batubara dinilai sebagai pendorong inflasi global. Kenaikan harga komoditas-komoditas itu juga akan menekan pertumbuhan ekonomi, sehingga harga emas pun meroket.

g. Meningkatnya Ekspektasi dan Spekulasi Investor Dunia

Seperti halnya perdagangan saham, emas juga memiliki sentra­sentra perdagangan di seluruh dunia. Para trader di pasar-pasar emas itulah yang berperan membentuk harga emas. Harga emas di sentra-sentra perdagangan itu (misalnya Pasar London, New York, Hongkong dan Zurich) menjadi acuan alias benchmark bagi perge­rakan harga emas di seluruh dunia. Harga yang terbentuk di sana akan menjadi patokan bagi para pedagang emas di seluruh penjuru dunia.

Kadang-kadang, dari pusat perdagangan emas itu muncul aksi spekulasi. Kalau ini terjadi, harga bukan lagi akibat dari penawaran­permintaan. Melainkan terbentuk dari ekspektasi dan spekulasi. Yang terjadi di awal tahun 2008, ketika harga emas meroket ke titik tertinggi, tidak lepas dari faktor spekulasi. Menurut Kepata Riset Recapital Securities Poltak Holtradero, “Harga emas naik karena fak­tor spekulasi. Buktinya, India sebagai konsumen emas terbesar di dunia sekarang sudah mengurangi konsumsinya, tapi harga emas tetap tinggi.” (Tabloid Kontan, Edisi Minggu II Maret 2008, hlm. 1 2).

Memang ada unsur spekulasi, tetapi pada umumnya investor tetap lebih nyaman menyimpan emas daripada saham dan surat­surat berharga. Itu karena ada kesepakatan yang mengikat beberapa bank sentral dunia untuk tidak sembarangan menjual emas. Kesepakatan itu diwadahi dalam CBGA (Central Bank Gold Agree­ment) untuk menjaga agar jangan sampai harga emas turun drastis. Pada prinsipnya, perjanjian ini mirip dengan pembagian kuota di antara negara-negara eksportir minyak (OPEC), agar pasar tidak ke­banjiran suplai sehingga harganya jatuh.

h. Naiknya Permintaan Emas untuk Cadangan Devisa

Biasanya kalau kurs valuta asing mengalami gonjang-ganjing, bank-bank sentral memperkuat cadangan emasnya. Kalau bank-bank sentral menambah persediaan emasnya maka keseimbangan harga akan berubah. Apalagi jika yang bermain adalah negara-negara de­ngan cadangan devisa yang besar.

Cina misalnya, dikenal sebagai negara dengan cadangan devisa terbesar di dunia. Ini tidak lepas dari banjirnya ekspor produk Cina di seluruh muka bumi. Kabarnya, Cina akan mengubah sebagian ca dangan devisanya dari denominasi dolarAS ke euro dan emas. Tentu saja, kabar seperti ini akan mendongkrak harga emas, karena ber­potensi mengubah keseimbangan demand dan supply.

i. Naiknya Konsumsi Emas Dunia

Selain bank sentral, masyarakat konsumen emas juga memiliki permintaan agregat dalam jumlah yang tak bisa diremehkan. Naiknya konsumsi emas di pasar dunia membuat harga emas nyaris tak mung kin turun. Cina dan India merupakan dua negara yang memiliki per­mintaan besar terhadap emas mengingat jumlah penduduknya yang sangat besar dan cenderung menyukai logam mulia sebagai jenis investasi mereka.

Naiknya permintaan emas itu tidak diimbangi dengan kenaikan pasokan emas dunia, sehingga harga cenderung terus naik. Martin Marenbeeld, analis emas dari M. Murenbeeld £t Association Inc, Van couver, seperti dikutip London Bullion Market Association (LBMA) dalam situsnya pernah mengatakan bahwa produksi tambang-tam­bang emas baru belum juga bisa menggantikan pasokan emas dari tambang-tambang tua yang sudah tutup (Mohamad Ihsan Palaloi dkk: 2006, hlm 197).

j. Naiknya Permintaan Emas di Pasar Lokal

Kebanyakan masyarakat Indonesia yang menyimpan emas, ha­nya merasa cukup memerhatikan apa yang terjadi di pasar lokal. Fenomena-fenomena yang terjadi di pasar lokal memang sangat me mengaruhi harga emas, khususnya yang berbentuk perhiasan. Se­dangkan fenomena yang terjadi dalam taraf global, cukup berpe­ngaruh terhadap emas lantakan/batangan atau koin emas.

Dengan memerhatikan toko-toko emas di sekitar kita, dapat dicatat pola-pola atau siklus-siklus di mana orang menjuat atau membeli emas. Menjelang musim haji, banyak orang menjual sim panan emasnya. Menjelang Lebaran, banyak orang membeli emas. Kita dapat menyaksikan orang-orang berkerumun antre untuk mem­beli emas di toko-toko emas. Saat itulah harga emas mengalami kenaikan.

Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Naik-Turunnya Harga Emas

Harga saham di Indonesia pada tahun 2008 anjlok 60-an persen dalam beberapa bulan. Investor kehilangan sebagian besar ke­kayaannya. Ada yang merugi jutaan rupiah, tak jarang yang kehi­langan nilai saham hingga miliaran rupiah. Memang, itu hanya kerugian di atas kertas. Tapi untuk mencapai angka kapitalisasi pasar seperti sebelum krisis, diperlukan waktu bertahun-tahun. Berarti, ada momentum yang hilang. Padahal, di saat-saat tersebut, inflasi justru terdongkrak tinggi. Dengan demikian investor saham meng­alami kerugian dua kali; harga sahamnya terkoreksi tajam, dan ter­gerus inflasi tinggi.

Harga emas tak pernah anjlok sampai 60 persen. Justru pada saat harga saham anjlok, harga emas menunjukkan gejala kenaikan. Mengapa? Sebab para investor mencari save heaven yang bisa me nyelamatkan nilai kekayaannya. Kalau pasar saham hancur, bunga deposito tak mungkin di atas inflasi, dan dolarAS terlanda spekulasi­maka emas adalah satu-satunya pitihan yang masuk akal.

Di pasar emas dunia, harga dinyatakan dalam dolarAS per troy ounce. Satu troy ounce setara dengan 31,103 gram emas murni. Jadi jikaAnda ingin mengonversi harga emas dalam dalam mata uang rupiah per gram, harga dalam dolar AS per ons dibagi 31,103 dikali nilai kurs rupiah terhadap dolar AS pada saat itu (Mohamad Ihsan Palaloi, dkk., 2006: hlm. 71).

Yang terpenting bagi kita adalah mema­hami faktor-faktor yang menyebabkan naik­turunnya harga emas. Faktor-faktor itu memang cukup kompleks, mencakup pemahaman 5ecara makroekonomi clan politik. Namun itu bukan berarti sulit dipahami. Dengan rajin mendengarkan berita ekonomi potitik saja, kita bisa menebak apakah harga emas akan naik atau turun.