Arsip Blog

Bukan Asal Menabung

Cara gampang untuk menabung adalah menyisihkan uang untuk disimpan di bank. Tapi, pelan-pelan, uang tabungan kita akan habis. Bukan habis dikonsumsi, tetapi habis tergerus inflasi. Bukankah sangat menyakitkan, ketika uang yang dikumpulkan sedikit demi sedikit itu akhirnya kehilangan sebagian besar nilainya hanya karena inflasi?

Karena itu, manusia modern lebih memilih investasi daripada sekadar menabung. Dunia keuangan masa kini menawarkan banyak alternatif investasi. Ada banyak tawaran investasi pada deposito, obligasi, properti, saham, emas, reksadana, indeks Hang Seng, asuransi unit-linked, sampai dinar Irak dan profit sharing di sektor riil. Semua menawarkan keuntungan, semua mengandung risiko. Makin tinggi keuntungannya, makin besar risikonya.

Seringkali kita tebih silau pada keuntungan dan melupakan risiko. Banyak investor yang membeli saham karena ingin mendapat return 50 persen per tahun, tapi justru kecewa karena harga saham ternyata turun 60 persen. Banyak juga yang senang mendapat penghasilan bunga deposito 8 persen setahun, padahal inflasi mencapai 12 persen. Di saat lain, para deposan senang pada saat inflasi hanya 6 persen. Tapi penghasilan bunga yang mereka terima hanya 4 persen setahun.

Bank tidak bodoh. Mereka hampir selalu menetapkan bunga di bawah laju inflasi. Kalau ada bank yang mematok bunga lebih tinggi dari inflasi, justru calon nasabah menjadi curiga. Adakah yang tak beres dengan bank tersebut? Apakah bank itu mengalami krisis likuiditas sedemikian parah-dan menghadapi hantu likuidasi? Kalau likuidasi menjadi kenyataan, para deposan bukan hanya kehilangan telurnya. Mereka juga akan terancam kehilangan induk ayamnya.

Emas adalah pilihan tepat untuk menabung dengan tujuan tertentu, yaitu menyimpan nilai aset. Fakta membuktikan, pada tahun 1990-an diperlukan 300 gram emas untuk membayar ongkos naik haji. Tidak sampai duapuluh tahun kemudian, seseorang hanya perlu menjual 120 gram emas untuk keperluan yang sama.

Sertifikat Emas dan GAP

Perangkat investasi emas yang umum dikenal orang adalah koin dan emas batangan. Jenis perhiasan emas cocok bagi mereka yang ingin investasi dalam jangka panjang, sekaligus menikmati manfaat rift emas sebagai perhiasan. Selain itu, ada juga jenis investasi emas yang disebut dengan sertifikat emas dan gold accumulation plan (GAP).

Sertifikat emas adalah selembar kertas yang menjadi bukti ke pemilikan atas emas yang tersimpan pada bank di suatu negara. Pemilik sertifikat emas hanya memegang satu lembar kertas yang hanya dapat diuangkan pada bank tersebut.

Prinsipnya, sertifikat emas merupakan alternatif investasi yang menguntungkan bagi investor. Sebab ia tidak membayar biaya penyimpanan emas. Bank yang menanggungnya. Selain itu, kekayaan pemilik sertifikat dipastikan aman dan dapat menghemat biaya karena emas yang tetap berada di negara bank tersebut berada, tidak memerlukan biaya pengiriman maupun asuransi.

Ada lagi kelebihan lain. Sertifikat emas yang hanya berupa secarik kertas itu, bisa dijadikan jaminan kredit. Sehingga pemilik sertifikat uang tidak akan mendapat masalah likuiditas untuk keperluan pribadi maupun usaha. Sejauh nilai kebutuhan dananya masih di bawah nilai sertifikat emasnya, bank akan bersedia mengucurkan pinjaman.

Sedangkan GAP adalah jenis investasi yang belum familiar di Indonesia (karena memang belum diselenggarakan). Investor membeli saham perusahaan tambang atau berinvestasi langsung (direct investing), untuk mendapatkan ekuitas pada perusahaan tambang. Uniknya, keuntungan bagi investor dinyatakan dalam bentuk emas juga. Jadi GAP adalah sejenis tabungan yang akumulasinya berupa emas, dan mampu memberikan keuntungan berupa fluktuasi harga emas harian.